Menyadari pentingnya pengarsipan dan distribusi film terbuka sebagai bentuk solidaritas queer, QAMERAD dan Otherness Archive mencanangkan sebuah proyek yang berfokus pada film dan komunitas queer dan trans, yaitu SHARED CAMERA/DERIE: Queer Memories, Resources, and Transnational Solidarity.
Bagi yang belum mengenal kedua inisiatif ini, QAMERAD adalah sebuah kolektif yang didirikan dan dikelola bersama salah satunya oleh Rizky Rahad, seorang pembuat film, etnografer, penyelenggara program, dan penulis buku kumpulan esai QUEERS SHOOT BACK!: Essays on Radical Queer Cinema (2023). Karya-karya pribadi Rahad menjelajahi pelbagai metode penciptaan dan estetika film queer alternatif, sementara QAMERAD bertindak sebagai kolektif film queer yang kerap menggiatkan penayangan bergerilya (guerilla screening) di Bali.
Sedangkan Otherness Archive diinisiasi oleh Sweatmother, seorang seniman dan pembuat film berbasis London yang karya pribadinya kerap menggabungkan pertunjukan, dokumentasi swadaya, hingga arsip dan rekaman internet demi mengeksplorasi dan menampakkan pengalaman kehidupan queer. Otherness Archive adalah sebuah wadah arsip visual yang mendokumentasikan film-film queer beserta para pelopornya. Wadah ini juga bertujuan untuk menentang penyensoran historis terhadap karya-karya bertema homoseksual, trans, serta rasial yang selama ini merupakan suatu bentuk keliyanan (otherness) namun sesungguhnya layak mendapatkan pengakuan setara.
Atas dasar kesamaan visi dan latar belakang yang kuat inilah QAMERAD dan Otherness Archive dapat berkolaborasi.
Menggali Arsip Film dan Kehidupan Queer melalui Residensi dan Lokakarya
Pada “SHARED CAMERA/DERIE”, QAMERAD dan Otherness Archive ingin merawat sebuah kerja sama jangka panjang dengan mengeksplorasi moda-moda alternatif dalam penciptaan dan distribusi film. Tujuannya adalah demi menopang dan meningkatkan solidaritas transnasional, terutama dalam lingkungan film dan komunitas queer.
Nama kolaborasi ini pun ada sangkut pautnya dengan visi proyeknya. Frasa “CAMERA/DERIE” adalah buah permainan kata yang menggabungkan diksi “camera” dan “camaraderie,” atau suatu rasa saling percaya dan persahabatan di antara suatu kelompok yang memiliki pengalaman atau lingkungan kerja yang sama, yang relevan jika ditautkan pada sebuah inisiatif penciptaan karya film di luar arus utama dan berbasis kolektif.
Merentang sepanjang April–September 2024, “SHARED CAMERA/DERIE” menggiatkan program residensi silang di Bali dan London. Residensi silang ini membuahkan lokakarya, pemrograman, hingga pengarsipan film sebagai komponen utama dalam praktik kolektif film.
Sweatmother Mengampu Lokakarya tentang Arsip Film sebagai Seni juga Aksi
Pada tahap awal proyek yang berjalan di Mei 2024, Sweatmother terlebih dahulu menjalani masa mukim di Bali selama dua minggu dan mengampu tiga buah program lokakarya dengan topik yang kritis.
Di lokakarya sesi pertama, Living Archives, Sweatmother menjabarkan penggunaan arsip sebagai sebuah bentuk karya seni, juga aksi perlawanan, oleh komunitas queer dan trans+.
Lalu pada lokakarya sesi kedua, Trans Feminism in the Digital Age, Sweatmother mengurai berbagai cara menjalankan sebuah ruang kolektif queer yang inklusif dan berkelanjutan, serta bagaimana caranya mempraktikkan gagasan feminisme trans di dunia yang serba mengawasi, menyensor dan meliyankan komunitas dan gagasan akan trans.
Menutup seri dengan lokakarya sesi ketiga, Collective Curations with Otherness Archive, Sweatmother memperkenalkan inisiatifnya, Otherness Archive, sebagai sumber arsip bagi komunitas queer dan trans+ dalam skala global. Kegiatan lokakarya ini berujung pada sebuah penayangan film.
Puluhan partisipan hadir dalam program lokakarya dan penayangan ini, dengan hampir setengah dari partisipan mengidentifikasi dirinya sebagai trans atau non-biner. Demi menjamin program yang lebih inklusif dan aksesibel, program ini juga menyediakan jalur landai bagi pengguna kursi roda hingga juru bahasa isyarat dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
“Saya belajar banyak hal di luar pendidikan dan perspektif Barat selama masa residensi di Indonesia,” menurut Sweatmother. “QAMERAD telah memberikan wawasan tentang pengalaman hidup, budaya dan komunitas yang tidak dapat diajarkan oleh buku atau bentuk pariwisata lainnya.”