Bagaimana seniman disabilitas berproses kreatif secara individual maupun berkelompok selama pandemi ini?
Bagaimana mereka memelihara kolaborasi dengan seniman non-disabilitas melalui kerja kreatif?
Melalui proyek "Netas / Incubate", Butong Idar dan Nano Warsono dari Jogja Disability Arts (ID) berkolaborasi dengan Andrew Bolton dan Lisa Tann dari Disability Murals (UK), dan melibatkan seniman mural dari Indonesia dan Inggris untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas, melalui pembuat proyek mural di Indonesia dan Inggris.
Mari simak bincang-bincang kami dengan Butong dan Nano seputar suka duka pengerjaan proyek ini dan hal baru apa saja yang dipelajari!
Bagaimana proyek anda secara keseluruhan?
Secara umum proyek ini berjalan sesuai rencana dan timeline. Walaupun ada beberapa kendala, itu kami jadikan sebagai tantangan dalam berkolaborasi. Ditambah lagi dengan situasi pandemi, kami harus bisa beradaptasi dengan situasi yang ada.
Bagaimana kolaborasinya berlangsung?
Kerjasama ini berjalan dengan baik dan kami saling memahami antara satu dan yang lain, JDA dan Disability Murals (UK). Tentu saja kami masing-masing punya kendala yang berbeda di lapangan, sehingga kerjasama ini lebih ke bagaimana membangun ide bersama, membangun kemitraan yang sustain (berkelanjutan), dan juga bagaimana memberdayakan teman-teman dengan disabilitas untuk lebih maju ke depannya dan jejaring teman-teman seniman difabel bisa terbangun lebih luas.
Apakah anda memiliki wawasan baru untuk dibagikan?
Banyak hal yang kami pelajari dan dapatkan dari proyek mural ini. Hal-hal baru itu muncul ketika kami mengerjakan proyek ini karena memang beberapa hal tidak bisa kami prediksikan sebelumnya, seperti bagaimana ketika teman-teman berkarya, antara satu dan yang lain itu tidak tahu karyanya akan seperti apa bentuknya. Kami berusaha untuk menyatukan, membuat harmoni dari karya-karya berbeda yang dikerjakan di tempat-tempat berbeda pula, sehingga menjadi satu kesatuan karya yang bagus. Dengan seperti itu kami bekerja secara terpisah tapi juga bersama-sama. Sementara Disability Murals (UK), kami banyak brainstorming mengenai ide maupun gagasan yang tentu saja kami kontekstualisasikan dengan kondisi kami di kedua negara, baik di Indonesia maupun di Inggris.
Apa saja perubahan atau hambatan yang anda alami selama proyek berjalan?
Sebenarnya proses perencanaan kami sudah dari bulan Januari 2021. Namun karena itu adalah awal tahun dan turunnya anggaran baru di bulan Maret, maka dari itu kami mencoba membuat timeline baru agar kami bisa menyesuaikan dengan jadwal yang sudah kami rencanakan.
Cara kerja baru dan inovatif apakah yang anda alami untuk pertama kalinya?
Proyek mural menjadi sebuah tantangan yang keren untuk kami karena sebelumnya mural kami kerjakan bukan dengan teman-teman difabel, melainkan dengan seniman-seniman mural seperti biasa. Tantangan pertama yaitu berkaitan dengan teknis, dan yang kedua adalah bagaimana menjelaskan atau memberikan tugas ke teman-teman bahwa mereka bisa membuat karya yang akan di pasang di ruang publik. Ini juga menjadi pembelajaran bagi kami mengenai bagaimana melibatkan teman-teman sesuai dengan porsi mereka dalam sebuah proyek, tanpa memaksakan kemampuan tapi juga memaksimalkan bagaimana mereka bisa bersama-sama berkarya dan menjadi satu karya yang sifatnya kolaboratif.