By Feng Ho, Seniman, Fusion Arts

02 July 2025 - 16:21

Tim Fusion Arts dan Soboman Artspace berfoto bersama di depan mural pameran Hear the Seeds Sing, 2024.
Deskripsi gambar: Tim Fusion Arts dan Soboman Artspace berfoto bersama di depan mural pameran Hear the Seeds Sing, 2024. 

Sejak 1977, Fusion Arts telah menghubungkan seniman dengan masyarakat. Wadah ini mempromosikan proyek-proyek kreatif yang mendorong keadilan sosial dan merayakan keragaman melalui kegiatan artistik yang partisipatif di Oxford dan sekitarnya. 

Kini pada 2024, Fusion Arts berkolaborasi dengan Soboman Artspace Collective (Yogyakarta) dalam sebuah proyek kolaborasi di Great Big Green Week 2024 (8-16 Juni 2024). Proyek ini bertujuan untuk membawa praktik budaya Indonesia yang unik ke audiens internasional yang lebih luas.

Mempelajari Ulang Kebijaksanaan Tradisi

Proyek ini menjelajahi tradisi cowongan melalui pameran seni imersif bertajuk Tetiten Swarane Tandur atau Hear the Seeds Sing. Cowongan adalah sebuah ritual pengundang hujan oleh masyarakat Banyumas (Jawa Tengah, Indonesia), terutama oleh para petani yang mengalami kemarau panjang. Masyarakat Banyumas percaya bahwa Dewi Sri, atau yang dikenal sebagai Dewi Padi serta simbol kemakmuran, adalah sosok yang menurunkan hujan dan menumbuhkan padi. 

Kalimat Tetiten Swarane Tandur, atau terjemahan harfiahnya “Dengarlah Suara (untuk) Menanam,” adalah sebaris pertanda bagi para petani untuk mulai menggarap lahan dan bercocok tanam. Namun masyarakat petani kini menghadapi ironi bahwa tidak ada lahan untuk digarap. 

Menyikapi masalah lingkungan ini, pameran Tetiten Swarane Tandur or Hear the Seeds Sing hendak menyoroti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan keadilan lahan dari sudut pandang petani di Indonesia. Manajer Pemasaran Fusion Arts, Feng Ho, dan Manajer Produksi Soboman Artspace, Alya Gunara, telah bekerja sebagai representatif kedua kolektif untuk mewujudkan proyek ini. 

Mengingat kembali proses persiapan kolaborasi ini, Feng Ho menceritakan hal yang personal. “Perjalanan ‘Hear the Seeds Sing’ sangat personal bagi saya,” katanya. “Saya terhubung dengan Munir (Soboman Artspace) melalui Instagram lebih dari dua tahun yang lalu. Saya tertarik dengan karya seninya dan semangat kami yang sama untuk aktivisme dan seni.”  

Atas hasil dari koneksi ini, enam anggota Soboman Artspace Collective menjalani residensi di Oxford, termasuk seniman Munir Al Sachroni, Clesia Christine, Sarjono, penulis Ribka Barus, dan juru dokumentasi Deden Ardiansyah.

Mural sebagai Pusat Pameran

Pameran ini menghadirkan sebuah mural sepanjang 10 meter sebagai pusatnya. Pada saat pembukaan, Soboman Artspace membuatnya setengah jadi agar dapat diselesaikan secara bersama-sama termasuk pengunjung demi mendorong percakapan antara penduduk setempat dengan seniman Indonesia. Partisipasi ini menekankan pentingnya tanggung jawab bersama terhadap bumi. 

Selain mural, ada pula instalasi patung Dewi Sri serta audio yang membuat pameran ini kian imersif. 

Fusion Arts dan Soboman Artspace juga berkolaborasi mengadakan beberapa program lain, termasuk diskusi panel. Harvesting Change: Art, Activism, and Food Security in the Climate Crisis menampilkan para penulis, seniman, dan aktivis dari Oxford dan Yogyakarta. Diskusi ini mengeksplorasi berbagai cara merawat hubungan antara inisiatif Global Selatan dengan Global Utara, serta menekankan pentingnya pertukaran kebudayaan di hadapan isu-isu lingkungan yang mengkhawatirkan. 

Merayakan Lintas Budaya dan Komunitas

Mendukung pameran, ada beberapa lokakarya yang memperkenalkan budaya lokal. Clesia Christine (Soboman Artspace) memandu lokakarya batik Indonesia di mana para peserta belajar membatik dengan teknik tradisional untuk memahami signifikansi budayanya. 

Lokakarya kedua adalah penulisan puisi dalam dua bahasa. Khairani Barokka memimpin lokakarya menulis puisi dalam bahasa Indonesia dan Inggris untuk menyoroti kekuatan bahasa dalam mengekspresikan tema-tema lingkungan dan budaya, yang menghasilkan sebuah koleksi puisi-puisi.

Seniman Soboman Artspace sedang melukis mural sebagai pusat dari pameran.
Deskripsi gambar: Seniman Soboman Artspace sedang melukis mural sebagai pusat dari pameran.
Clesia Christine (Soboman Artspace) memandu lokakarya batik Indonesia.
Deskripsi gambar: Clesia Christine (Soboman Artspace) memandu lokakarya batik Indonesia.
Soboman Artspace berfoto bersama di depan kantor Fusion Arts.
Deskripsi gambar: Soboman Artspace berfoto bersama di depan kantor Fusion Arts.

Pertemuan Membahas Krisis Iklim

Selain lokakarya, proyek ini juga dibarengi dengan pertemuan-pertemuan antara seniman dan komunitas. Green Arts Oxfordshire Network, sebuah inisiatif yang dibentuk pada Januari 2021 untuk menggabungkan seniman dan pengelola program seni dan budaya di Oxfordshire untuk menghadapi darurat  iklim dan ekologi, memfasilitasi sebuah pertemuan antarseniman untuk membentuk jejaring dan wadah diskusi dan potensi kolaborasi di masa depan. 

Ada pula kolektif Land Justice Oxfordshire yang mempertemukan komunitas untuk berbagi makanan, cerita, dan ide tentang “rumah.” Acara ini paling banyak dihadiri, serta dilihat dapat memupuk rasa persatuan dan tujuan bersama di antara para peserta.

Serangkaian acara ini kemudian ditutup dengan pidato dan pertunjukan sebagai usaha merayakan pencapaian proyek. Sesi ini juga memberi ruang untuk merefleksikan dampak dari pameran dan kolaborasi, serta pentingnya advokasi budaya dan lingkungan.

Akar Lokal, Dampak Global

Proyek ini mengundang banyak pengunjung, meskipun beberapa di antaranya datang dari London dan Manchester. Sekitar 70% pengunjung berasal dari Global Majority dan banyak yang belum pernah mengunjungi pameran Fusion Arts sebelumnya. Pengunjung dapat melihat perbedaan juga persamaan isu keadilan lahan di UK dan Indonesia. Salah satu pengunjung menganggap bahwa proyek ini “Berakar secara lokal, berdampak secara global.” 

Sementara karya seni partisipatif tetap berada di Oxford, Fusion Arts bertujuan untuk melibatkan komunitas lokal lebih jauh dengan menyelenggarakan lokakarya lanjutan dan panel diskusi berdasarkan umpan balik dan wawasan yang terkumpul dari pameran. Meskipun anggota kolektif Soboman Artspace telah berpencaran, Fusion Arts tetap bertekad menjalin kontak dengan semua seniman yang terlibat serta mengeksplorasi peluang berkolaborasi ke depannya. 

Fusion Arts juga berupaya memfasilitasi residensi umpan balik untuk seniman-seniman Oxford di Yogyakarta untuk mendorong pertukaran budaya. Hal ini dapat mencakup diskusi dengan seniman, pameran bersama, dan proyek-proyek seni berbasis komunitas.

Kolaborasi Internasional Kedepannya

Melalui upaya-upaya ini, Fusion Arts berupaya membangun model kolaborasi artistik internasional yang berkelanjutan yang menyoroti warisan budaya, mempromosikan welas asih, serta menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan keadilan sosial. 

Sejauh ini, proyek inisiatif Fusion Arts dan Soboman Artspace telah melibatkan pihak, organisasi, kolektif dan inisiatif lain seperti Green Arts Oxfordshire, Land Justice Oxfordshire, Mandala Theatre, Nine Arches Press, Atlantic Institute, Ovada Gallery, Arts at the Old Fire Station Oxford, 8 Randolph Hotel, Indonesian Oxford Student Association, serta Duta Besar Indonesia (UK), dan Kelas Bebas Collective dan Studio Mawar Bebas (Indonesia). Keterlibatan ini menunjukkan pentingnya berkolaborasi demi menciptakan program yang kuat dan berkelanjutan. 

Merefleksikan kembali, Fusion Arts beranggapan bahwa Tetiten Swarane Tandur atau Hear the Seeds Sing adalah upaya menyatukan komunitas dan membuat krisis iklim beresonansi secara lokal. Dengan memicu percakapan, makan bersama, dan puisi yang terinspirasi dari karya seni, Fusion Arts bertujuan untuk menciptakan hubungan emosional yang nyata dengan isu-isu yang mendesak.