Craft Week 2020
Peluncuran Riset “Pemetaan Pengembangan Material Baru dan Pemanfaatan Ulang Material Berkelanjutan Pada Sektor Kerajinan Indonesia”
Selama empat dekade terakhir, telah terjadi perkembangan kerajinan tangan yang substansial di Indonesia, terdapat material-material baru yang berkelanjutan, serta para perajin tidak lagi hanya menggunakan pendekatan tradisional dan materi yang berasal dari alam. Kerajinan tangan merupakan bagian besar dari industri kreatif di Indonesia, kerajinan tangan merupakan salah satu sub bidang kegiatan pembangunan 16 subsektor ekonomi kreatif di Indonesia yang didukung oleh Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Perkembangan kerajinan dalam menggunakan bahan yang berkelanjutan di Indonesia sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mengedukasi masyarakat agar mengapresiasi proses kreativitas perajin dalam menghasilkan produk kerajinan.
Dalam upaya mendukung sektor kerajinan tangan di Indonesia, British Council berkolaborasi bersama Budaya Kreatif Foundation meluncurkan hasil riset “Pemetaan Pengembangan Material Baru dan Pemanfaatan Ulang Material Berkelanjutan Pada Sektor Kerajinan Indonesia” pada hari Selasa, 13 Oktober 2020 melalui webinar selama Craft Week 2020. Riset ini mengidentifikasi perkembangan penggunaan material baru dalam produksi produk kerajinan, memetakan jaringan usaha kerajinan yang ada, lembaga serta masyarakat yang bekerja di sektor kerajinan tangan di Indonesia di empat provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali dan Jawa Timur sebagai sampel dari jumlah penduduk di Indonesia. Craft Week 2020 sendiri merupakan rangkaian acara yang menyoroti ahli kerajinan, pembuat kerajinan, dan bahan kerajinan di dunia. Craft Week 2020 diselenggarakan dan merupakan bagian dari program Crafting Futures oleh British Council.
Webinar ini dimoderatori oleh Camelia Harahap, Head of Arts and Creative Economy, British Council, bersama dengan narasumber Niniek Dhiniyanti, Peneliti Sosial Budaya dari Budaya Kreatif Foundation dan Anoushka Cole, Seniman Kriya, Peneliti Materi Kriya, dan Perajin Multi-Disipliner. Dalam webinar kali ini, para pembicara membahas dan mengeksplorasi beragam bahan berkelanjutan yang digunakan dalam produk kerajinan baik di Indonesia maupun Inggris.
Metodologi penelitian dijelaskan oleh Niniek Dhiniyanti, Peneliti Sosial Budaya dari Budaya Kreatif Foundation pada bagian pertama pemaparannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan peserta sebanyak 246 orang yang terdiri dari pemerintah, pemilik usaha, dan komunitas masyarakat lokal. Niniek juga melaporkan telah ditemukannya penggunaan material baru di Jawa Barat dan Jawa Timur. “Selama pembuatan material baru, beberapa perajin mempelajari pembuatan produk kerajinan secara otodidak karena mereka tidak berlatar belakang pendidikan desain,” jelas Niniek. Usaha kerajinan juga memiliki peran dalam meningkatkan peluang di daerah setempat, termasuk pekerjaan bagi perempuan dan penyandang disabilitas, seperti produksi kerajinan daun pisang di Bojonegoro, Jawa Timur.
Niniek melanjutkan penjelasannya tentang bahan bekas pakai dimana bahan yang paling banyak digunakan adalah plastik, bahan bekas pakai lain yang umum digunakan adalah logam kuningan, koran bekas, lumpur, cangkang telur, dan sisa kayu. Niniek menyebutkan bahwa sebagian besar perajin bahan bekas pakai memiliki keprihatinan terhadap isu lingkungan sehingga mempengaruhi pengembangan usaha kerajinannya.
Sebelum menutup sesi pertama, Niniek menjelaskan mengenai tantangan dalam pengembangan materi kriya seperti persepsi pelanggan. “Seringkali pelanggan menganggap produk kerajinan terlalu mahal sedangkan proses pembuatannya sendiri membutuhkan dana yang besar,” terang Niniek. Tantangan lainnya adalah kurangnya teknologi, peminatan kerja pemuda lokal, dan pendidikan tentang bahan daur ulang. Guna mendukung perkembangan kerajinan tangan di Indonesia, ia merekomendasikan kelanjutan pengembangan kapasitas, penelitian, advokasi, kampanye publik, dan bantuan akses pasar kriya global.
Anoushka Cole, peneliti material dan perajin multidisipliner di Inggris menjelaskan bahwa melalui kolaborasi dengan Materiom, mereka menciptakan Material Lab yang menampilkan pengembangan material di Inggris dan juga merupakan platform open-source untuk berbagai resep kerajinan material. Ia kemudian menceritakan pembuatan kerajinan unik di Material Lab, "Salah satu peneliti kerajinan unik adalah Rinna Oun, pembuat sarung tangan tradisional yang menggunakan Scoby, bakteri dari Kombucha sebagai kulit dalam pembuatan kerajinan," tutur Anoushka.
Anoushka kemudian menyebutkan tiga tantangan dalam menggarap bahan kerajinan, pertama adalah investasi, dimana banyak perusahaan yang belum memahami proses penelitian kriya. Tantangan kedua adalah skalabilitas dan pertumbuhan, serta yang ketiga adalah narasi. “Penting untuk memberi tahu publik tentang narasi dari bahan kriya, semakin banyak perajin kriya mendekati pelanggan dengan narasi bahan dasar kriya, pelanggan akan memberi nilai lebih pada produk kriya,” tutur Anoushka.
Selanjutnya, ia memaparkan tentang tren material baru di sektor kerajinan Inggris, banyak produk kerajinan di Inggris yang dibuat dengan limbah dan plastik buatan manusia, termasuk limbah organik. Selain material baru, Anoushka juga menunjukkan beberapa perusahaan yang juga berinvestasi pada material kriya baru di Inggris seperti perusahaan gaya hidup, minuman, dan arsitektur. Ia sendiri juga mengembangkan limbah jeruk menjadi penadah gelas lemon bersama dengan Greenlab, Seedlip, dan Lyaness.
Niniek dan Anoushka sama-sama menyetujui bahwa kriya berkelanjutan merupakan kerajinan yang memiliki proses berkelanjutan pada kreasi produk kerajinan, termasuk pada proses awal pemilihan bahan. “Ini penting sebagai titik permulaan untuk melihat apakah produk dan bahan bisa didaur ulang lagi setelah digunakan, jangka waktu penggunaan, apakah organik,” jelas Anoushka. Faktor penting lainnya adalah desain yang efektif, pendidikan pembuatan kriya, dan relevansinya dengan sistem ekonomi sirkuler.
Sesi peluncuran hasil penelitian diakhiri dengan sesi tanya jawab dengan narasumber dimana sebagian besar peserta tertarik dengan warisan tradisional Indonesia dan tradisi turun – temurun dalam pembuatan kriya, transisi pembuatan kriya tradisional dengan material baru, sisa dari produksi bahan baru, tantangan teknologi, dan batasan etika.
“Percakapan ini merupakan percakapan yang sangat mendalam, melihat lansekap inovasi material dan sektor kerajinan di kedua negara, mencari cara bagaimana agar dapat saling berkolaborasi dalam praktik seni dan kerajinan baru,” tutup Camelia Harahap,Head of Arts and Creative Economy , British Council. Sekitar 69 peserta mengikuti webinar dan 300 orang melakukan streaming webinar online melalui Facebook.
---
Crafting Futures mendukung masa depan sektor kerajinan di seluruh dunia. Program British Council ini memperkuat pembangunan ekonomi, sosial dan budaya melalui pembelajaran dan akses. Proyek Crafting Futures mendukung praktik dan orang-orang, melalui riset, kolaborasi, dan pendidikan. Program ini diadakan di 24 negara di seluruh dunia.
Hasil penelitian ‘Pemetaan Pengembangan Material Baru dan Pemanfaatan Ulang Material Berkelanjutan Pada Sektor Kerajinan Indonesia' oleh British Council dan Budaya Kreatif Foundation dapat diunduh di sini. (masukkan tautan) serta siaran ulang peluncuran riset dapat disimak dalam tautan facebook berikut:
(https://www.facebook.com/BritishCouncilIndonesia/videos/451332339176643/)