By Tim UK/Indonesia 2016-18

11 December 2018 - 18:17

The Hive bukan saja menarik perhatian para pengunjung The Other Festival di Hotel Monopoli Jakarta, instalasi musik yang terbuat dari palang-palang gamelan dan menyerupai sarang lebah ini selalu menggelitik siapa saja yang berani bermain-main dengan getaran bunyinya. Meskipun ide awalnya berasal dari dua seniman asal Yogyakarta, Tony Maryana dan Ikbal Lubys, The Hive pertama kali ditampilkan di sebuah di Liverpool sebagai pesanan untuk sebuah festival bernama Abandon Normal Devices (AND).

“Konsep festival tersebut adalah mendengar di kegelapan, jadi kami mengunjungi sebuah gua lokal di Liverpool untuk mencari inspirasi sebelum kemudian menemukannya di sebuah sarang lebah,” kenang seniman asal Inggris Laurie Crombie yang membantu mengembangkan desain instalasi ini.
Instalasi musik yang terbuat dari palang-palang gamelan dan menyerupai sarang lebah ini selalu menggelitik siapa saja yang berani bermain-main dengan getaran bunyinya.

Ketiga seniman ini kemudian memiliki ide untuk membuat sebuah instrumen yang menyerupai resonator berbentuk pipa yang saat dibunyikan terdengar seperti dengungan lebah. “Proses kreatifnya sangat menyenangkan, terlebih itu adalah pertama kalinya saya berkolaborasi dengan seniman dari negara lain,” ujar Laurie.

Tentunya tidak mudah membangun sebuah karya yang rumit, terlebih saat harus menciptakannya ulang. “Saat Anda bekerja menggunakan mesin teknis, ada bagian-bagian yang pelik di dalamnya, terlebih saat Anda harus menemukan solusinya antara dua benua,” tambah Crombie. “Kami banyak bertukar ide soal kebutuhan daya dan materi-materi yang diperlukan. Berkat pengalaman itu, saya jadi mengetahui banyak toko perangkat keras di Yogyakarta.”

Meskipun menemui kesukaran selama prosesnya, Crombie mengaku puas dengan hasil akhirnya dan berharap The Hive memiliki hidup panjang. “Kami berharap bisa menempatkan The Hive yang di Inggris di suatu tempat secara permanen, jadi publik selalu bisa menggunakannya. Sementara The Hive yang di Indonesia kemungkinan besar akan ditaruh di sebuah studio musik di Yogyakarta, sehingga mereka yang datang untuk belajar musik bisa bermain-main dengannya,” jelasnya.

Crombie juga mengatakan bahwa berkolaborasi dengan seniman Indonesia membuatnya menyadari satu hal. “Saya belajar banyak dari seniman Indonesia untuk tidak terlalu stres karena pekerjaan. Saya pikir ada semacam kecenderungan di kalangan seniman Inggris untuk merasa tertekan karena tenggat waktu yang singkat, dan akhirnya kami malah kerap menyulitkan diri sendiri,” terangnya, sembari mengakui bahwa hal tersebut sering terjadi sebagai seseorang yang gemar bekerja keras. ‘Di sini, rasanya penting untuk menjaga kesehatan mental Anda sebagai seorang seniman. Saya merasa bahwa proyek kolaboratif itu memiliki dampak yang positif bagi saya.”