Mengulas dari catatan Wendi Putranto tentang The Great Escape Festival 2022 yang selengkapnya ada di sini, ia menyampaikan bahwa festival ini tidak mementaskan bintang-bintang terkenal dan mapan dari Britania Raya maupun mancanegara. Seluruh penampil adalah artis-artis pendatang baru maupun yang mulai naik daun namanya di kancah lokal kota masing-masing.
Mari simak highlight dan ulasan seputar pentas musisi-musisi yang sempat dihadiri oleh Wendi Putranto selama 4 hari kunjungannya ke TGE 2022!
Artikel ini ditulis oleh Wendi Putranto (Co-founder M Bloc Group, Manager Seringai)
Hari Ketiga: English Teacher dan Enola Gay
Hari ketiga TGE menjadi yang ditunggu-tunggu karena telah dijadwalkan oleh British Council dan Department for International Trade UK untuk mengikuti agenda speed meeting dengan beberapa pelaku industri musik asal Britania Raya.
Pertemuan Bisnis dengan Pelaku Industri Musik asal Inggris, Pemprov DKI Jakarta, dan Penyelenggara The Great Escape
Pertama saya bertemu dengan Gavin Newman, perwakilan Metropolis Studio yang pernah menjadi studio rekaman bagi artis-artis sekelas Amy Winehouse, Adele, Foo Fighters, Queen, Lady Gaga hingga Rihanna. Ia sempat menawarkan M Bloc Group untuk bekerjasama melakukan display 3D audio studio untuk mixing dalam format Dolby Atmos. Edan.
Selanjutnya saya bertemu dengan Matt Hanner, perwakilan Runaway Artists, sebuah agensi booking asal London Selatan yang mengelola jadwal show artis-artis seperti …And You Will Know Us By the Trail of Dead, A Certain Ratio, Helmet, Public Image Limited, Ned’s Atomic Dustbin, sampai The Futureheads. Saking serunya, perbincangan yang seharusnya hanya 15 menit ternyata molor sampai lebih dari 30 menit.
Mereka cukup kaget ketika saya jelaskan bahwa festival musik di Indonesia tidak terbatas cuaca dan berlangsung sepanjang tahun karena kita hanya memiliki dua jenis musim saja. Banyak hal yang kami bahas mengingat semakin kondusifnya situasi dan showbiz yang mulai bergerak kembali di tanah air. Tentu saja selain upaya mendatangkan, saya juga menjelaskan rencana menerbangkan band yang saya kelola untuk sebuah tur konser di sana dengan bantuan mereka. Semoga semuanya berjalan lancar.
Kebetulan pula pada hari itu TGE kedatangan rombongan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Andhika Permata, serta direktur Jakarta Experience Board, Novita Dewi, yang difasilitasi British Council Indonesia untuk bertemu Phil Patterson, staf senior untuk Department for International Trade UK dan juga Adam Ryan, programmer TGE. Saya diajak bergabung ikut pertemuan dengan keduanya guna menjajaki berbagai kemungkinan kolaborasi antar pihak di masa depan.
Pada pertemuan dengan Adam Ryan terungkap data yang mencengangkan. Setiap tahunnya TGE menerima +15.000 artis dari seluruh dunia yang mendaftar untuk mendapat slot manggung di TGE. Ia jujur mengaku tidak menyimak semua materinya namun mengerahkan beberapa lapis dewan kurator yang sudah sangat dipercaya untuk memberikan rekomendasi line-up yang akan ditampilkan pada TGE tiap tahunnya.
Sesi BBC 6 Music
Selesai dengan maraton pertemuan bisnis, saya dan Camelia Harahap dari British Council Indonesia melakukan tawaf musikal lagi ke beberapa venue. Kebetulan Camelia hanya memiliki waktu sehari saja di TGE tahun ini dan ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang singkat ini. Panggung di Jubilee Square kami pilih secara acak karena jarak yang cukup dekat dengan hotel saya. Ketika kami sampai ternyata Steve Lamacq, penyiar legendaris BBC 6 Music tengah melakukan live broadcast di sana. BBC 6 Music merupakan program radio yang khusus memutar musik-musik alternatif dan memiliki +2,5 juta pendengar setiap minggunya. Apapun yang direkomendasikan oleh Lammo (julukan akrab Steve Lamacq) sangat dinikmati para pendengarnya. Mungkin posisi Lammo kini bagaikan John Peel di masa lalu.
Ketika mendekat ke panggung ternyata Lammo sedang mewawancara beberapa tokoh, salah satunya adalah Simon Raymonde, eks-anggota Cocteau Twins sekaligus pemilik Bella Union, label yang pernah menjadi rumah bagi The Flaming Lips, Fleet Foxes, Beach House, Mercury Rev, dan sebagainya. Beberapa tahun lalu, atas dukungan British Council, Simon juga sempat berkunjung ke Jakarta untuk menjadi salah satu panelis di konferensi musik independen Archipelago.
English Teacher
Berikutnya pada sesi BBC 6 Music ada penampilan kuartet alt-rock asal Leeds, English Teacher yang selain diwawancara oleh Lammo juga melakukan showcase singkat beberapa single keren mereka seperti “R&B” dan “Good Grief.” Teaser yang cukup membuat rasa penasaran membuncah untuk menyaksikan set panjang mereka. Grup ini cukup terpengaruh The Yeah Yeah Yeahs dan gaya vokal Lily Fontaine yang juga piawai multi-instrumentalis cukup mengingatkan dengan Karen O (minus gaya busananya tentu saja).
Sebelum mengakhiri hari ketiga di TGE, kami sempat menyaksikan sensasi pop baru dari Rachel Chinouriri di Amazon New Music Stage, unit post-punk rap asal Belfast, Enola Gay hingga menyaksikan lagi aksi membius Grove di Coallition.
Enola Gay
Enola Gay ini konsep live mereka sangat keren dan menyegarkan disela wara wiri berbagai jenis post-punk monoton yang meningkat di skena musik. Dasar musik mereka sarat dentuman bassline dipadu layer gitar distortif yang meraung tanpa kompromi sementara vokalis melakukan rapping lirik yang bercerita tentang bermalas-malasan di sofa hingga protes lahirnya sebuah negara. Ingin sekali membawa mereka untuk tampil di Jakarta suatu hari nanti.
Saya dan Camelia di akhir hari ketiga ini mencapai kesepakatan bahwa kerja-kerja kurasi yang dilakukan Adam Ryan dan timnya untuk TGE sangat luar biasa. Sejauh yang kami saksikan, nyaris tidak ada penampil yang jelek di TGE, semuanya sangat terkurasi dan mengesankan. Malam itu Camelia bergegas ke stasiun untuk kembali ke London sementara saya bergeser ke kawasan North Laine untuk check-in kamar di sebuah kediaman warga lokal via Airbnb.