Foto memperlihatkan bangunan-bangunan Liverpool Museum, Open Eye Gallery, dan Port of Liverpool.
Pemandangan dari the Royal Albert Dock di Liverpool. ©

Dok. oleh Levina Wirawan

Dari Liverpool ke London, melalui St Helens, Manchester dan Bradford - Levina Wirawan, manajer program bidang seni British Council berbagi enam poin catatan dari program disability arts learning residency di Inggris.

Pada 28 November - 9 Desember 2019, saya berkesempatan untuk bergabung bersama tiga orang delegasi dari sektor kesenian disabilitas Indonesia pada kunjungan ke Inggris untuk program ‘Disability Arts Learning Residency’ yang dikembangkan British Council bersama dengan DaDaFest. Ketiga delegasi tersebut adalah: Aulia Amin – Wakil Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi DKI Jakarta dan co-founder Indonesian Disabilities Creative Industry Center (IDCIC), Sukri Budi Dharma – seniman dan koordinator pelaksana Difabel and Friends Community (Diffcom), dan Ricendy Januardo – co-founder Handai Tuli. Kami melakukan kunjungan selama 10 hari ke 5 kota untuk mempelajari lebih lanjut tentang sektor kesenian disabilitas di Inggris.

Tujuan dari program ini adalah untuk menawarkan referensi baru dalam pendekatan artistik dan manajemen, pertukaran ide/keterampilan dan peluang berjejaring profesional yang berfokus pada seni disabilitas. Berikut beberapa poin catatan saya:

Keunggulan artistik dan keunggulan akses

Aksesibilitas tidak menjadi halangan dalam pancapaian kualitas artistik sebuah karya, melainkan sesuatu yang memperkaya khazanah artistik karya tersebut. Sebagai contoh, penerjemah Bahasa Isyarat Inggris (BSL / British Sign Language) memiliki peran setara aktor, dan seringkali mereka ‘tampil’ sebagai bagian dari pertunjukan dan bukan sebagai tambahan. Cara penyajian karya seperti relaxed performance atau pertunjukan santai yang dirancang agar penonton dengan sensitivitas tertentu merasa lebih santai dan dapat menikmati karya seni dengan nyaman, secara bertahap telah menjadi norma. Hal ini membuat semakin banyak seniman mulai memikirkan akses sebagai bagian dari proses kreatif untuk membuat karya yang lebih aksesibel bagi beragam audiens.

Seni untuk aktivisme

Dengan adanya keunggulan artistik dalam sebuah karya, maka akan ada pengakuan. Festival ataupun pusat kesenian akan tertarik untuk memprogram karya oleh seniman disabilitas, dan pada gilirannya seniman akan memiliki kesempatan untuk mengadvokasi akses. Karya seni tersebut kemudian akan bertemu dengan audiens baru dan memunculkan perspektif baru. Di lain sisi, festival ataupun pusat kesenian akan mulai memikirkan akses yang akan menghadirkan audiens disabilitas. Orang-orang akan bertemu untuk menikmati karya dan bertukar pikiran setelahnya yang ini kemudian menciptakan wacana baru dalam masyarakat. Roda aktivisme akan mulai berputar.

Berbicara tentang isu-isu nyata

Saya sempat menonton Raw., sebuah pertunjukan kabaret inklusif yang mengusung suara-suara seniman perempuan disabilitas asal Barat Laut Inggris. Karya yang amat komedik, menendang, dan diselingi dengan referensi-referensi bagian tubuh yang gamblang, namun di saat yang sama karya itu sangat menyayat hati dan membuat saya berpikir setiap orang harus merasakan apa yang saya rasakan saat itu agar dapat memahami secara komedik (dan tidak begitu komedik) bagaimana disabilitas dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seorang perempuan. Karya itu adalah salah satu karya paling orisinal yang pernah saya tonton yang benar-benar mengubah persepsi dan pemahaman saya tentang hidup dengan disabilitas sebagai seorang perempuan.

[Gambar dari kiri ke kanan]: Dua gambar di sebelah kiri memperlihatkan sebuah tempat bermain anak-anak yang disediakan bagi keluarga dan anak-anak untuk melihat karya seni, sedangkan sebuah tenda dibuat sebagai area tenang dengan sofa yang nyaman dan lantunan musik lembut. Foto di sebelah kanan memperlihatkan sebuah gambar peta kota di dinding yang memperlihatkan daftar lokasi dengan kode warna berbeda, dengan judul “Rawat St. Helens” di bawah peta yang dicetak besar.
Fasilitas Aksesibilitas di Madlove Take Over di St. Helens. [Kiri ke Kanan] Sebuah projek kreatif untuk menciptakan ruang aman yang terbuka bagi publik agar dapat memahami dan dapat lebih peduli tentang isu kesehatan mental; Sebuah peta kota St. Helens. Peta ini, dibuat oleh Hwa Young Jung, merayakan ruang dan lokasi khusus di St. Helens yang menyediakan dukungan, petunjuk, dan kepedulian.  ©

Doc. by Levina Wirawan

Foto menggambarkan seorang seniman wanita luar biasa dari Barat Laut Inggris, menampilkan sebuah pertunjukan kabaret.
Pertunjukan kabaret yang ditampilkan oleh seniman wanita disabilitas yang luar biasa. ©

Dok. oleh Levina Wirawan

Foto memperlihatkan lima orang yang terdiri atas aktor, sutradara, dan kru artistik, sedang mendiskusikan sebuah adegan dengan kasur sebagai properti.
Foto memperlihatkan lima orang yang terdiri atas aktor, sutradara, dan kru artistik, sedang mendiskusikan sebuah adegan dengan kasur sebagai properti.  ©

Dok. oleh Kenya Rinonce

Rasa kebersamaan dan keterbukaan

Selama kunjungan, kami bertemu banyak seniman dan organisasi. Salah satunya adalah Proud and Loud Arts, sebuah kelompok teater yang berbasis di Bradford mengundang kami untuk melihat gladi bersih pertunjukan Natal mereka, bahkan kami dipersilakan menonton dari atas panggung untuk mendapatkan pengalaman VIP dan sekaligus melatih fokus para aktor yang terlibat. Kami dapat melihat secara langsung bagaimana kru artistik berinteraksi dengan aktor-aktor disabilitas untuk memastikan mereka terlibat penuh dalam setiap langkah proses kreatif. Kelompok teater ini juga bercerita mengenai properti panggung dan metode yang mereka gunakan untuk pertunjukan yang akan mengakomodasi kebutuhan para aktor dan juga kebutuhan audiens. Saya merasakan keterbukaan, kejujuran, rasa bangga, dan antusiasme dalam diskusi kami. Mereka dengan senang hati berbagi tentang cara kerja, pendekatan artistik, pergelutan, dan ide-ide yang terus mengalir tentang karya baru dan kolaborasi baru.

Kekuatan seni

Kunjungan selama 10 hari ke 5 kota ini memberikan peluang untuk delegasi kami dan juga saya untuk memulai jalinan hubungan dengan dengan teman dan tempat baru. Diskusi berubah menjadi janji, dan pengalaman berkembang menjadi gagasan baru yang bermakna. Namun jika dikulik lagi, adalah kekuatan seni dan budaya yang telah mempertemukan dan menghubungkan manusia melampaui batasan-batasan budaya, fisik, ataupun mental yang di masa lalu mungkin batasan-batasan itu pernah menjadi rintangan untuk manusia bertemu dan mengembangkan gagasan.

Jalan boleh berbeda, tujuan tetap sama

Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, saya merenungkan apa yang telah saya amati dalam beberapa hari terakhir kunjungan. Setiap praktisi / organisasi seni disabilitas di Inggris memiliki misi dan pendekatan kerja yang berbeda-beda. Ada yang fokus dalam pengembangan anggota inti mereka saja; ada juga yang fokus dalam mendidik talenta baru. Ada organisasi yang menyediakan tempat bagi orang untuk bertemu, bekerja, dan berbagi ide, tetapi ada juga organisasi yang khusus menyediakan peluang dan dukungan untuk menumbuhkan seniman muda yang lebih mapan. Dengan caranya masing-masing, mereka mengatasi tantangan serius dan membawa dampak signifikan dalam perubahan sosial dengan menempatkan seniman-seniman disabilitas di barisan depan.