Bertepatan dengan bulan Hari Perempuan Internasional dan Hari Sepak Bola Perempuan Indonesia, British Council Indonesia berkolaborasi dengan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mengadakan forum online pertama yang membahas sepak bola perempuan pada 23-24 Maret 2021 lalu. Forum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran perempuan dan anak perempuan dalam sepak bola serta merayakan prestasi mereka dalam sepak bola di tengah pandemi.

Forum yang dihadiri oleh total kurang lebih 600 peserta ini menjadi wadah diskusi terkait peluang dan tema baru yang muncul dari perkembangan terkini penggunaan sepak bola untuk inklusi sosial. Terbagi dalam dua sesi Focus Group Discussion (FGD) dan satu webinar, forum ini menghadirkan kelompok ahli, praktisi, dan pemangku kepentingan terkemuka dari Indonesia dan Inggris untuk berbagi praktik-praktik baik tentang bagaimana sepak bola dapat digunakan sebagai alat untuk keterlibatan komunitas, sekaligus mencari cara-cara baru yang dapat digunakan untuk mendorong inklusi dalam sepak bola.

Menggali Lebih Jauh tentang Sepak Bola Perempuan Indonesia
Hari pertama sesi FGD dibuka oleh Deputy Director British Council, Colm Downes, kemudian dilanjutkan dengan presentasi “What Does Women’s Football Mean in Indonesia” oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI, Maaike Ira Puspita. Dalam presentasinya, Maaike menyoroti lima arti utama sepak bola perempuan di Indonesia, yaitu Emansipasi (emancipation), Pemberdayaan (empowerment), Potensi (potential), Tantangan (challenges), dan Kesempatan (opportunity). Acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Kartini Sunityo, Programme Manager Education & Society British Council, dan Asep Sumpena, Dosen Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), Universitas Pendidikan Indonesia.

Kartini memaparkan temuan-temuan kunci dari penelitian studi kasus Gender Analysis dari program Premier Skills Indonesia yang berguna dalam perkembangan sepak bola perempuan di Indonesia. Meskipun masih dalam tahap awal, penelitian tersebut telah mengidentifikasi tiga hal utama tentang kondisi sepak bola perempuan di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

  1. Sepak bola di Indonesia, sayangnya, masih dipersepsikan sebagai olahraga yang didominasi laki-laki. Selain itu, terdapat kesenjangan dalam keterlibatan perempuan dalam sepak bola, terutama dari akar rumput.
  2. Tidak semua perempuan dan anak perempuan sepenuhnya sadar akan hak-hak mereka atau memahami peran mereka di masyarakat sehingga mereka mempunyai pengetahuan dan kesiapan yang terbatas untuk mengejar kesempatan-kesempatan yang bersifat pribadi maupun profesional, termasuk di ranah olahraga dan sepak bola akar rumput.
  3. Akses bagi perempuan dan anak perempuan untuk bermain sepak bola ataupun berkontribusi dalam sepak bola akar rumput masih belum cukup dan belum inklusif. Sebagai contoh, sebagian besar klub dan akademi sepak bola belum bisa mengakomodasi hak-hak perempuan dan anak perempuan dalam bermain sepak bola.

Sementara itu, Asep, dalam presentasinya, mengungkap fakta dan data tentang sepak bola perempuan Indonesia dan futsal perempuan Indonesia, serta menjelaskan lebih lanjut tentang solusi tata kelola sepak bola perempuan. Sesi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab, dan peserta dibagi ke dalam tiga break out room.

Hari kedua FGD sendiri difokuskan pada pembahasan hasil diskusi peserta oleh fasilitator diskusi pada masing-masing break out room di hari sebelumnya. Salah satu fasilitator, Ahmad Fauzi, menjelaskan hasil diskusinya terkait hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan stigma bahwa sepak bola adalah olahraga laki-laki. Dari diskusinya dengan para pelatih sepak bola, ia menjelaskan bahwa terdapat empat hal yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut.

  1. Dunia pendidikan, dalam hal ini sekolah, dapat dilibatkan dengan mengadakan kegiatan ekstrakurikuler berupa sepak bola perempuan untuk menumbuhkan minat. Komunitas sepak bola yang tumbuh secara swadaya dapat dilibatkan untuk menyelenggarakan latihan secara rutin.
  2. Atlet-atlet sepak bola putri yang mempunyai prestasi baik dan populer di kalangan remaja dapat dijadikan sebagai role model untuk menumbuhkan ketertarikan anak-anak perempuan.
  3. Media dapat ikut berperan dalam mendukung kampanye sepak bola perempuan, khususnya media sosial.

Berbagi Praktik Baik Sepak Bola Perempuan di Indonesia & Inggris
Selain sesi FGD, forum ini juga mengadakan sesi webinar yang bertajuk ‘Empowering Women & Girls through Football’ dengan menghadirkan Roxanne Bennett (Community Sports Manager & Women and Girls Equality, Diversity and Inclusion Lead, Crystal Palace FC), Kasha Petit (Female Football Development & Social Inclusion Officer at Wimbledon AFC Foundation), Dr. Papat Yunisal, M.Pd. (Head of Women Football and Chairperson of PSSI), Maaike Ira Puspita (FIFA U20 World Cup Lead Project Manager & Vice General Secretary of PSSI), dan Dhanielle Daphne (Indonesia Women Football National Team).

Webinar ini juga turut dihadiri oleh Owen Jenkins (Duta Besar Inggris untuk Indonesia & Timor Leste), Hugh Moffatt (Direktur British Council Indonesia), Vivin Cahyani (Executive Committee PSSI), I Gusti Ayu Bintang Darmawati (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), dan Dr Herman Chaniago (Asisten Deputi Bidang Personalia Olah Raga dan Pembinaan Organisasi Kementerian Pemuda dan Olah Raga).

Dalam sambutannya, Owen Jenkins mengatakan, “It’s great to see a diverse groups of leading practitioners, stakeholders and football enthusiasts, and many female leaders from Indonesia and the UK come together today and share best practices on how football can be used as an impactful tool to support young people, and explore new ways of working to empower women and girls within society.

Senada dengan Owen, Maaike juga mengatakan bahwa forum ini telah membuka banyak diskusi tentang sepak bola perempuan dan bersyukur atas dukungan yang telah diberikan terutama pada saat sekarang di mana tim sepak bola perempuan tengah bersiap-siap untuk mengikuti turnamen. Papat juga menyatakan bahwa forum ini telah menjadi ajang reuni yang sangat berharga karena sebagian besar peserta webinar merupakan pendukung lama dan pendukung baru sepak bola perempuan Indonesia.

“Untuk masa depan, kita sudah ada perangkat pendukung sepak bola, seperti fisioterapis, psikolog, dan dokter. Semua yang menyangkut tentang kesuksesan sepak bola perempuan harus ada sumber daya yang tepat dan diperhatikan lebih. Tanpa adanya dukungan itu, perkembangan sepak bola perempuan tidak akan mudah. Kita akan mengadakan pelatihan untuk standardisasi penanganan pemain usia remaja dan senior. Para pemain juga harus diberikan kenyamanan dan perlindungan, bukan hanya pada saat bermain, tetapi juga masa depannya harus dipikirkan.“ jelas Papat dalam presentasinya.

Lebih lanjut, webinar ini membawa peserta untuk mengenal sepak bola anak perempuan di Inggris. Roxanne menjelaskan bahwa The Football Association di Inggris telah membuat jalur bagi anak perempuan yang bersekolah tetapi juga tetap ingin bermain sepak bola. Dimulai dari usia 5 tahun, anak perempuan di Inggris dapat mengikuti program sepak bola. “That’s what we are trying to do at the early stage, at the grassroot level, to tell them that football is about having fun. We want to introduce girls into football where it’s enjoyable and social, and they are there because they want to be there.” jelas Roxanne.

Jika Roxanne berbagi tentang alur perjalanan sepak bola seorang anak perempuan di Inggris, Kasha berbagi tentang pengalamannya sebagai pemain dan pelatih sepak bola. “I’ve learned a lot through my time of coaching. I started doing my coaching at  quite a young age. By 18 years old, I was on my first level one so through different coaches and my own journey, being creative is really important.” jelas Kasha.

Webinar ditutup dengan Dhanielle yang berbagi pengalaman pribadinya memulai sepak bola. “It took me about another three years to convince my parents to play football, and so I started to play later on at the age of nine. I’m sure a lot of girls either had gone or are going through that experience due to the preconcept norms we have in our society.” cerita Dhaniella.

Dhanielle juga berharap lebih banyak lagi anak perempuan Indonesia yang bisa bermain sepak bola. “I can say my defining point in football is when I got selected for the U-12 under the national team where I was the only girl among the boys. Shortly after, I realised that I didn’t want football to just end up as a hobby. I want to pursue the sport and inspire young girls who face similar experience to come out and play.” jelasnya.

Webinar ini dapat disaksikan ulang di YouTube kami dengan mengunjungi tautan berikut: https://bit.ly/31QTnGw.