Giles Bailey dari majalah TALKER menemukan seni pertunjukan Agus Nur Amal PMTOH yang terinspirasi dari kesenian Aceh dan menghadirkan keajaiban tersebut kepada pembaca Eropa dalam edisi #12-nya yang diluncurkan di London dengan sebuah pertunjukan online.
Majalah TALKER edisi #12 mewawancarai Agus dan memetakan perjalanan kreatifnya sejak lulus dari Institut Kesenian Jakarta hingga proyek-proyek terkini yang ia kembangkan. Edisi ini memberikan wawasan tentang cara ia berkarya dan bagaimana tradisi dongeng Aceh membentuk landasan praktiknya sebagai seniman pertunjukan.
Publikasi yang kami hasilkan menandai sebuah langkah baru yang penting dalam proyek TALKER dan membawa praktik seni pertunjukan di Indonesia ke dalam dialog dengan para seniman lain yang telah diangkat oleh serial majalan ini.
Menemukan keajaiban pendongengan Aceh
Saya mengetahui karya Agus dari kontribusinya yang luar biasa pada Documenta Fifteen, sebuah pameran seni rupa kontemporer di Kassel, Jerman, yang diadakan mulai bulan Juni hingga September 2022. Menikmati karyanya merupakan pengalaman yang membuka mata, membuat saya sangat bersemangat mengenal pendekatannya pada seni pertunjukan.
Instalasinya secara cerdas memadukan seni patung dengan dokumentasi video dan materi yang diperoleh dari lokakarya yang ia adakan bersama anak-anak muda di kota tersebut. Secara pribadi, saya merasa sangat puas telah memperoleh wawasan baru seputar teknik dongeng Aceh.
Makin banyak saya belajar, makin banyak ide-ide baru yang langsung terlihat. Yang paling menarik di antara ide tersebut adalah memperkenalkan karya Agus ke audiens baru. Itulah awal mula TALKER edisi #12.
Saya menulis kepada Agus melalui Instagram untuk mengetahui apakah dia tertarik untuk menggarap edisi ini bersama. Dia langsung menerima gagasan itu. Saya sangat senang karena produksi TALKER edisi #12 memungkinkan saya membagikan seni telah menginspirasi saya kepada penonton di Eropa.
Memikirkan kembali konvensi pembuatan seni
Saya menunjukkan kepada Agus beberapa edisi yang telah saya buat sebelumnya. Saya berniat meyakinkannya bahwa saya dapat menyelesaikan proyek seperti ini, sekaligus menunjukkan harapan saya mengenai majalah seperti apa yang akan kami produksi. Kami mendiskusikan detailnya melalui konferensi video dan surel sebelum saya mengunjungi studionya di Jakarta.
Mengunjungi studio jelas merupakan bagian favorit saya dari proyek ini. Ruangan Agus dipenuhi dengan pekerjaan yang sedang berjalan—sebuah hiruk pikuk lingkungan kreatif yang amat menarik. Agus menunjukkan beberapa lukisan yang baru saja dibuatnya. Lukisan-lukisan tersebut adalah eksperimen pertamanya dalam medium ini. Hal ini memberi saya gambaran baik tentang kesiapannya untuk bereksperimen dan menguji ide.
Melakukan wawancara di ruang tersebut memperkaya percakapan kami. Hal itu memungkinkan kami menarik hubungan antara ide dan realisasi praktis atau formalnya. Wawancara ini juga memberikan beberapa wawasan yang sangat berharga tentang bagaimana ia mengembangkan tema dalam karyanya dan pentingnya menggunakan kembali benda-benda yang tampak seperti sampah.
Pertemuan saya dengan berbagai kolektif dan organisasi—khususnya Gudskul, Kunci Copy Station, dan Indonesian Visual Art Archive—selama kunjungan saya ke Jawa juga menghadirkan inspirasi besar. Semuanya telah membuat saya merenungkan kembali konvensi dan asumsi-asumsi seni di dunia Barat secara mendalam.
Hal ini membuat saya tertarik bekerja dengan berbagai cara untuk memprioritaskan kebersamaan, kemitraan berkarya, serta pentingnya mengadakan dialog. Ini adalah percakapan yang ingin saya kembangkan dalam pekerjaan saya sebagai seniman dan pendidik.