By Ikon Gallery

26 September 2023 - 15:05

A performance artist standing in front in a costume made of various scrap objects, strings, paper, and other materials. ©

 Doc. by Razan Wirjosandjojo.

Ikon Gallery mengubah ruangannya di Birmingham agar menyerupai Studio Plesungan di pedesaan Jawa sebagai bagian dari laboratorium seni Melati Suryodarmo, bekerja sama dengan enam seniman untuk membina hubungan antara dunia seni pertunjukan Inggris dan Indonesia.

Antara tanggal 30 Mei dan 4 Juni 2023, kami menjadi tuan rumah bagi tiga seniman pertunjukan asal Inggris dan tiga seniman Indonesia di laboratorium seni Present to Presence milik Melati Suryodarmo. Hal ini ditampilkan dalam pameran Melati Suryodarmo berjudul Passionate Pilgrim yang berlangsung pada 17 Mei hingga 3 September 2023. Seniman yang berpartisipasi adalah Alastair MacLennan, Sinéad O’Donnell, Selina Bonelli, Kelvin Atmadibrata, dan Ratu R. Saraswati, bersama Marintan Sirait yang ikut secara daring.

Mencontoh karya inovatif Studio Plesungan, sebuah ruang seni swakelola di pedesaan Jawa yang didirikan oleh Melati pada tahun 2012, laboratorium ini menyediakan platform reflektif bebas hirarki bagi seniman untuk bertukar, mengkritik, dan berbagi karya mereka.

Selama proyek berlangsung, masing-masing seniman memimpin lokakarya tentang tema pilihan mereka, serta berbagi informasi tentang praktik seni mereka. Tema yang muncul dari Present to Presence adalah pengetahuan kolektif, ekologi, serta hubungan antara benda dan tubuh serta antara lingkungan dan tubuh. Sebagai hasil dari lokakarya tersebut, setiap seniman menampilkan pertunjukan baru di Ikon.

Menerjemahkan budaya, menerjemahkan ruang

Menerjemahkan cara kerja Melati di studio Indonesianya ke Inggris merupakan tantangan menarik bagi tim kami. Melati dan kolaboratornya biasa tampil di pedesaan Jawa, seringnya dengan mendirikan panggung di halaman Studio Plesungan. Perbedaan iklim dan lokasi perkotaan di ruang kami di Birmingham, Inggris mencegah kami memanfaatkan lanskap dengan cara yang sama.

Dalam perbincangan dengan Melati, terlihat jelas bahwa lingkungan Indonesia, khususnya Studio Plesungan, merupakan faktor kunci dalam menciptakan suasana kolaboratif untuk mendorong pertukaran antara seniman, penari, penulis, dan koreografer lokal, nasional, maupun internasional.

Akhirnya, kami mengubah ruang dalam galeri kami untuk mencerminkan Studio Plesungan, menciptakan tempat yang ramah dan nyaman untuk beristirahat, menghabiskan waktu, dan mengeksplorasi materi visual, tekstual, dan lisan dari arsip Studio Plesungan. Pengunjung dan peserta laboratorium duduk bersama mengobrol di atas bantal duduk, di latar yang ditinggikan, atau di area duduk.

“Saya menyukai gagasan tentang ruang yang tumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakat,” kata Melati. Dia berharap hal ini akan “memperkenalkan masyarakat Birmingham untuk lebih dekat dengan kenyataan di belahan dunia lain” serta memberikan ruang bagi masyarakat Asia Tenggara di daerah Midlands.

Membina kekeluargaan erat lintas negara

Sayangnya, beberapa minggu sebelum dimulainya laboratorium, Marintan Sirait mengalami cedera pergelangan kaki dan tidak dapat bergabung dengan kami di Birmingham untuk Present to Presence. Meskipun Marintan dapat mengikuti pertemuan grup awal melalui Zoom, ia tidak dapat menampilkan penampilan baru di Ikon. Sebagai pengganti pertunjukan langsung, kami memutar Membangun Rumah (2023), sebuah film seni pertunjukan berdurasi 15 menit, diadaptasi dari penampilan Marintan dengan judul yang sama.

Sungguh luar biasa menyaksikan percakapan yang terjadi di laboratorium seni. Banyak peserta dari Inggris dan Indonesia tinggal dan bekerja di tempat yang berbeda dari negara kelahiran mereka, sehingga laboratorium memainkan peran penting untuk membangun komunitas dalam kancah seni pertunjukan global.

Para seniman datang dua hari sebelum lokakarya dan pertunjukan publik untuk mengenal lingkungan sekitar dan para peserta laboratorium lainnya. Hal ini memungkinkan kedua kelompok seniman, yang berbasis di Inggris dan Indonesia, untuk membangun persaudaraan.

Tumbuhlah kekeluargaan yang erat di antara para seniman, saling mendukung dengan menghadiri pertunjukan dan menawarkan bantuan serta bimbingan selama dan setelah lokakarya. Selama sesi lokakarya, tak hanya informasi tentang latihan yang mereka bagi, namun juga jajanan lokal.

Berbagai momen koneksi, dialog, dan inspirasi spontan ini memberikan wawasan tentang cara bekerja dengan seniman internasional dan kerangka pikir pementasan pertunjukan yang beragam dalam konteks kelembagaan.

Seorang seniman yang mengenakan gaun hitam putih, kaus kaki hitam, putih, dan kuning, serta beberapa ranting berdaun yang menempel di rambutnya. ©

 Dok. oleh Razan Wirjosandjojo.

Seorang seniman berbaring tengkurap di lantai, menatap dengan saksama sebuah benda merah bertali di depan wajahnya. Beberapa pasang tangan dan kaki penonton terlihat di latar belakang. Sebuah kursi kayu, agaknya bagian dari pertunjukan, terlihat di samping. ©

Dok. oleh Razan Wirjosandjojo.

Seorang seniman duduk di kursi kayu dan membaca buku tua. Sebuah buku kecil tipis, dokumen, gambar tanaman, cangkir, kuas, dan botol berisi cairan merah terlihat di lantai. ©

Dok. oleh Razan Wirjosandjojo.

Ruang aman dengan atmosfer perkemahan musim panas

Di seluruh laboratorium seni, tak ada pertunjukan yang sepi pengunjung. Hal ini menciptakan suasana yang hidup dan ramai, dengan banyak pengunjung yang tak pulang seusai pertunjukan untuk dapat berbincang dengan kami, Melati, dan para peserta laboratorium.

Pada hari terakhir laboratorium seni, kami mengadakan diskusi panel publik dengan Melati dan para seniman. Diskusi ini memungkinkan setiap seniman untuk merefleksikan pengalaman mereka dalam proyek ini. Pesan utama dari panel ini adalah pentingnya dua hal kunci dalam mendorong pertukaran pengetahuan. Pertama adalah mengambil keputusan secara kolektif, dan yang kedua adalan menciptakan ruang aman untuk mendengarkan dan memberikan masukan.

Suasana kali ini berbeda dengan acara-acara yang pernah kami selenggarakan sebelumnya. Atmosfernya mengingatkan kami pada hari terakhir di [summer camp], di mana para staf, pengunjung, dan peserta semuanya berpelukan, bertukar nomor telepon, dan berjanji untuk bertemu lagi.